Kamis, 13 Juni 2013

SUDAH TEPATKAH CALON PENDAMPING HIDUPKU?



SUDAH TEPATKAH CALON PENDAMPING HIDUPKU?
Buat yang masih sekolah, ini jelas pertanyaan yang nggak penting dan semoga aja nggak jadi penting. Tapi buat yang udah usia matang dan ngebet pengen married, so pasti penting. Pacar udah punya, mertua juga udah wellcome, kurang apa lagi? Di saat gini nih biasanya terlintas di hati sebuah pertanyaan, “Sudah tepatkah calon pendamping hidupku?”.
Cakep jelas, pintar nggak diragukan, ekonomi udah mapan, pengertian……kan udah lengkap tuh. Ada juga yang cakepnya standart, body nggak lulus catwalk, kulit kelebihan warna, rambut keriting 1001 malam…..tapi saya cinta banget kok sama dia. Mantap? Enggak. Nyatanya pertanyaan tadi tetap terus terlintas bikin para calon pengantin susah tidur.
Pernikahan emang hal sakral yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Pernikahan adalah jenjang seorang hamba menuju level yang lebih tinggi di mata Tuhannya. Itu sebabnya selalu banyak masalah bermunculan menjelang sebuah pernikahan. Wajar banget. Bukan level tinggi namanya kalau cobaannya rendahan. Tapi….. Sudah tepatkah calon pendamping hidupku?
Pertanyaan itu lantas saya utarakan pada Almarhum KH. Imron Hamzah (Katib NU Pusat). Saya pikir jawaban beliau bakalan panjang ala kitab salaf. Tetapi ternyata dugaan saya salah. Menurut beliau, calon suami atau istri itu dipandang tepat kalau udah memenuhi 3 kriteria. Jawaban yang simpel banget, tapi menurut saya sangat mengena.
1.
Harus Orang.
Saya pikir beliau ingin menggoda saya. Tetapi ternyata maksudnya begini. Calon pendamping hidup kita itu harus bisa meng-ORANG-kan pasangannya dan semua orang yang berarti bagi pasangannya. Itu artinya mesti bisa meng-ORANG-kan suami/istri, orang tua, mertua, saudara-saudaranya dan itu tadi, orang-orang yang berarti bagi pasangannya. Bisa teman, murid, atau yang lain. Sebab manakala kita nggak bisa meng-ORANG-kan (menghargai) orang yang dicintai oleh pasangan kita, itu artinya kita sedang menjatuhkan martabat pasangan kita sendiri.

2.
Harus Hidup.
Jangan menikah sama orang mati. He..he…bukan gitu maksudnya. Kata KH. Imron, suami/istri yang tepat itu mesti bisa meng-HIDUP-kan semangat pasangan hidupnya. Baik dalam beribadah, bekerja, atau pun dalam aktifitas positifnya sebagai seorang makhluk sosial. Jadi kalau setelah nikah kok semangat positifnya malah turun, hm….butuh introspeksi tuh.

3.
Lihat Kakinya.
Kalau kakinya nggak menapak tanah, cepat batalin pernikahan kamu. Emang siapa juga yang mau menikah sama setan?? Lagi-lagi saya salah paham. Maksudnya, suami/istri yang tepat itu adalah orang yang selalu menapak ke tanah alias nggak sombong. Udah gitu, dia juga harus bisa bikin pasangan hidupnya selalu bersikap rendah hati. Misal ekonominya masih susah; berhubung menapak tanah; akhirnya mau melihat ke bawah dan mau bersyukur. Misal ekonominya makmur, ya tetap nggak lupa sama yang di bawah. Toh semua manusia mengawali hidupnya emang beneran dari bawah secara total (tengkurap). Lalu mulai merangkak dan akhirnya berdiri. Tapi nggak boleh lantas belajar terbang, karena itu bukan hak manusia. Cukup menapak tanah dan kita akan selalu selamat.

Tiga kriteria sederhana yang akhirnya saya sadari merupakan kesimpulan dari seluruh materi pernikahan yang dulu saya pelajari di pesantren. Ah…saya jadi kangen sama Almarhum. Semoga 3 wejangan luar biasa ini akan membawa Almarhum KH. Imron Hamzah meraih 3 hal penting di alam akhirat : Ampunan Allah, Ridlo Allah, dan tentu saja surga-Nya. Aamiin Ya Mujiibas Saa’iliin.

(El-Fath Satria)

Tidak ada komentar: