Jumat, 30 Agustus 2013

Salah Kaprah Pemahaman Sya'ir Gus Dur



SALAH KAPRAH PEMAHAMAN SYA’IR GUS DUR
Ojo mung ngaji syare’at bloko, Jangan hanya belajar syariat saja.
Sebuah kalimat yang sedang trend dan sengaja atau tidak ikut mendongkrak
jumlah pengikut thoriqoh & pengajian haqiqoh di Nusantara.
Tapi benarkah kita memang harus mempelajari thoriqoh dan haqiqoh?
Gimana pun saya akan mengawali artikel ini dengan menyatakan “lepas dari segala kekurangan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai manusia, beliau adalah salah satu tokoh terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia”.
Syair Jawa yang disampaikan oleh Gud Dur tiba-tiba saja booming di Indonesia, terutama di Jawa Timur. Hampir di tiap masjid (NU) dan musholla selalu terdengar syair itu dikumandangkan lewat pengeras suara. Sebuah syair berbahasa sederhana dengan makna luar biasa. Sebuah syair yang dinyanyikan dengan suara beliau yang terus terang nggak bisa dibilang merdu, tapi sangat mengena di hati saya tiap kali mendengarnya. Akan sangat bijaksana kalau makna syair itu diterapkan oleh umat Islam. Tapi tentu saja akan sangat memprihatinkan kalau lantaran syair itu lantas ada oknum yang menyatakan “Yang nggak ikut thoriqoh dan ngaji haqiqoh itu salah. Tuh dengar! Gus Dur aja bilang kayak gitu”. Yang pasti, pendapat yang memprihatinkan itu dipicu oleh kalimat “Ojo mung ngaji syareat bloko”, jangan hanya ngaji syare’at aja.
Sebenarnya kalimat itu nggak akan jadi masalah kalau dipahami dengan kemampuan berbahasa yang benar kok. Jangan hanya ngaji syare’at aja. Itu artinya kita emang nggak boleh cuma berhenti pada pemahaman syari’at. Kita harus terus mengejar pemahaman yang lebih dari sekedar syari’at. Bisa jadi pemahaman yang dimaksud itu adalah haqiqoh. Tapi……pelajari haqiqoh itu kalau kita sudah benar-benar paham dengan syari’at.
Yang sangat memprihatinkan, saya banyak menemui kalangan yang bersemangat menyombongkan diri dengan pemahaman yang menurut mereka adalah haqiqoh setelah berguru pada guru yang “katanya” luar biasa. Padahal di sisi lain mereka ini langsung diam ketika ditanya apa aja perkara yang bisa membatalkan wudlu. Dengan gagah mereka memperbincangkan haqiqoh sholat, tapi nyatanya nggak benar-benar paham syarat dan rukun sholat. Jangan hanya mempelajari syari’at, berarti pelajari syariat dengan benar dan lengkap. Setelah itu jangan lantas berhenti. Pelajari juga haqiqoh. Dengan kata lain, jangan coba pelajari haqiqoh, kalau kita belum paham syari’at.
Jujur aja saya lebih sependapat dengan kalangan yang menyatakan kalau thoriqoh dan haqiqoh akan dengan sendirinya kita pahami kalau kita terus mendalami dan menjalani syari’at dengan benar serta nggak pernah berhenti berguru dan belajar. Tapi saya juga sangat menghormati kalau ada yang menyatakan kalau mengikuti thoriqoh dan mengaji haqiqoh dianggap sebagai level, selama orang-orang yang menyetujui pendapat ini tetap mengutamakan syariat ala praktek Nabi Muhammad.
Hh….sayangnya Gus Dur sudah wafat. Seandainya beliau masih ada, bisa jadi ada 2 kemungkinan reaksi dari beliau. Pertama, beliau akan menjelaskan makna sebenarnya dari syair beliau. Kedua, beliau akan mengatakan, “Gitu aja kok repot”. Bukan karena beliau nggak perduli. Tapi semata-mata karena beliau ingin kita punya inisiatif belajar, bukannya menunggu hidangan klarifikasi.
(Elfath Satria)

Tidak ada komentar: