Sabtu, 22 Juni 2013

JANGAN PANDANG CERMIN SEBAGAI KUTUKAN TUHAN



JANGAN PANDANG CERMIN SEBAGAI KUTUKAN TUHAN
Kalau saya katakan rekreasi menikmati pemandangan alam itu bermanfaat untuk hati, saya yakin banyak orang yang akan setuju. Asal nggak lagi sama pacar, saya yakin mengucapkan subhaanallah di depan hamparan indahnya laut atau keagungan sebuah kawah gunung bukanlah hal yang sulit. Kalau sama pacar sih kayaknya agak susah. Sebab seringkali pacar kita lebih indah untuk dipandang dibanding sama pemandangan alam seindah apapun.
Tetapi apakah subhaanallah itu akan tetap dengan mudah terucap saat kita sedang berdiri di depan cermin? Pernahkah kita berpikir betapa luar biasanya bentuk yang sedang kita pandang di dalam cermin itu. Lantas akankah juga kata subhaanallah itu kemudian akan segera disusul dengan ucapan alhamdulillah. Satu hal yang akhirnya dengan malu harus kita sadari, di saat itu ternyata sekedar mengucapkan subhaanallah dan alhamdulillah bukanlah hal yang mudah. Ya Allah, mengapa saya tidak secantik Agnes Monica? Mengapa saya tidak mulus seperti Cherrybele? Dan sederet mengapa itu akan terus meluncur dari bibir kita hingga ke hal yang amat sangat nggak penting. Mengapa cara saya berkedip tidak seindah kedipan Dian Sastro Wardoyo?
Sangat sulit untuk menemukan kekurangan di hamparan laut atau pun pegunungan. Kita menganggapnya sebagai sebuah ciptaan tanpa cacat. Tapi sebegitu mudahnya kita menemukan segunung kekurangan saat kita berdiri di depan sebuah cermin. Kita yang diklaim sebagai makhluk paling sempurna justru dengan mudahnya nggak mengakui kesempurnaan kita. Padahal semestinya hidung pesek, bibir dower, dan pipi tembem kita jauh lebih indah dan sempurna dibanding laut dan gunung manapun.
Manusia adalah makhluk paling sempurna. Jadi biarkan urusan merasa kurang itu cukup menjadi hak bagi selain manusia. Urusan keindahan, kitalah rajanya. Jadi seharusnya kita merasa nggak pantas untuk mengantri di depan klinik bedah wajah. Saya sendiri nggak setampan Nicholas Saputra. Tubuh saya juga nggak sebesar Agung Hercules. Tapi dengan bangganya saya akan selalu berkata, saya adalah makhluk terindah dan paling mempesona di muka bumi. Yang seharusnya kita tahu, cermin diciptakan Tuhan bukan untuk membuat kita merasa telah dikutuk oleh-Nya. Tapi sekedar untuk membuat kita selalu mencoba mengukur, Ya Allah! Mengapa sinar wajah saya berkurang? Hm…pasti gara-gara saya tadi Subuh nggak mau melakukan sholat. DIJAMIN. Itu adalah salah satu fungsi terpenting mengapa harus ada kaca cermin di dunia.
Saya kok tiba-tiba jadi teringat ucapan ekstrim orang-orang tua jaman dahulu, “Kalau mau ngaca, sana ke kebun binatang!”. Semoga aja kita nggak perlu sampai harus melakukan itu. Malu-maluin. Jadi mulai hari ini ayo kita istiqomahkan berkata dengan lantang dalam hati, “ Ya Allah! Saya tidak iri sama Agnes. Saya juga tidak iri sama Agung Hercules. Sebab saya adalah makhluk-Mu yang paling indah. Subhaanallah karena saya sempurna. Alhamdulillah karena saya tercipta sebagai manusia”.

(El-Fath Satria)

5 komentar:

Anonim mengatakan...

ajibb..gue suka gaya lu

Unknown mengatakan...

thanks. Please, Share ke yg lain ya

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

hihi..mas fatih kalo liat kaca pasti ngerasa itu kutukan Tuhan ya??wkwkwkwkwkwk

Unknown mengatakan...

Justru tiap lihat kaca, sy slalu bilang : kira2 ada g y makhluk Tuhan yg lebih keren dari ini?