Selasa, 18 Juni 2013

LEVELKU MELEBIHI NABI MUHAMMAD???


LEVELKU MELEBIHI NABI MUHAMMAD???
Dalam sebuah dzikir yang sedang saya jalani bersama sebuah aliran Thoriqoh yang dulu saya ikuti, tiba-tiba muncul sebuah sinar terang. Sinar itu biru keemasan sangat indah. Sinar terindah yang pernah saya saksikan selama hidup. Hati saya pun seketika menjadi tenang. Belum pernah saya setenang ini. Semua permasalahan hidup seakan hilang dari memori saya. Yang ada hanya tenang dan Allah.
Penasaran dengan hal itu saya kemudian menghadap pada sang mursyid (guru pembimbing). Saya ceritakan hal yang baru saya alami pada beliau. Luar biasa! Beliau menangis bahagia. Sambil memeluk saya erat beliau berbisik,”Nak, kamu baru saja melihat Allah”.
Saya melihat Allah? Berarti saya sekarang bukan lagi hamba biasa. Saya hamba yang istimewa. Puncak ibadah saya tercapai sudah. Saya sudah melihat Allah. Akhirnya saya bisa bertemu langsung dengan Tuhan yang saya sembah. Subhaanallah. Saya bukan anak seorang Kyai atau apalah namanya. Saya yang cuma anak seorang pengurus masjid mampu meraih pencapaian tertinggi dalam ibadah, melihat Allah. Hm…Allah Maha Adil. Allah tidak membedakan hambanya berdasar pada keturunan. Allah memang Maha Adil.
Saya terus merasa istimewa hingga akhirnya saya menemukan sebuah keterangan yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad tidak pernah melihat Allah secara langsung selama hidup beliau. Nabi Muhammad yang oleh Allah dinyatakan sebagai makhluk paling istimewa ternyata tidak pernah mengalami pengalaman spiritual sehebat yang saya alami. Ini aneh atau gila sebenarnya. Andai diumpamakan seperti perusahaan; Nabi Muhammad adalah sang presiden direktur, Allah sebagai owner, dan saya……hanya buruh bagian produksi. Aturan Undang-Undang mana yang bisa membenarkan buruh bagian produksi bisa menerima gaji yang lebih besar dibanding presiden direktur.
Alhamdulillah Allah tidak terlalu jengkel memiliki hamba seperti saya. Paling tidak saya masih diberi petunjuk bahwa apa yang saya alami sebenarnya tidak lebih dari sebuah imajinasi sesat dengan tim iblis sebagai dalang utamanya. Saya yang sering bangga karena memiliki segelintir murid ternyata hanya sebuah halangan kecil bagi tim iblis. Bisa jadi tim iblis tidak sampai harus meneteskan keringat untuk meruntuhkan iman saya. Betapa bodohnya saya, dan ini pertama kalinya saya mengakui bahwa saya masih sangat bodoh. Keterlaluan sekali kan?!
Saya lantas mulai mencoba mengoreksi diri. Bukannya selama ini saya sudah memandang diri saya terlalu tinggi? Hanya karena sudah memiliki murid ngaji, saya lantas merasa tidak pantas memegang pisau dan parang pada saat acara penyembelihan kurban Idul Adha di masjid. Saya cuma duduk manis di serambi masjid dengan segelas kopi di depan saya. Hanya karena sudah menjadi imam sholat di masjid, saya lantas merasa tidak pantas membersihkan rumah saya sendiri. Semuanya ditangani oleh murid-murid saya. Padahal saya masih muda. Masih ada cukup banyak tenaga di tubuh saya untuk melakukan itu. Sebaliknya, Nabi Muhammad justru masih ikut mengayunkan cangkul untuk menggali parit bersama para shahabat dalam peristiwa perang Khandaq. Nabi yang luar biasa itu tidak merasa martabatnya jatuh hanya karena terkena kotoran yang sama dengan para shahabat beliau. Jadi bukankah saya sudah sangat tidak tahu diri karena sudah menempatkan diri di level yang lebih tinggi dari Nabi Muhammad. Maha Sabar Allah yang masih mau menciptakan makhluk sekotor saya.

(El-Fath Satria)

Tidak ada komentar: