LEVELKU MELEBIHI NABI
MUHAMMAD???
Dalam sebuah dzikir yang sedang
saya jalani bersama sebuah aliran Thoriqoh
yang dulu saya ikuti, tiba-tiba muncul sebuah sinar terang. Sinar itu biru
keemasan sangat indah. Sinar terindah yang pernah saya saksikan selama hidup.
Hati saya pun seketika menjadi tenang. Belum pernah saya setenang ini. Semua
permasalahan hidup seakan hilang dari memori saya. Yang ada hanya tenang dan
Allah.
Penasaran dengan hal itu saya kemudian menghadap pada sang mursyid (guru pembimbing). Saya
ceritakan hal yang baru saya alami pada beliau. Luar biasa! Beliau menangis
bahagia. Sambil memeluk saya erat beliau berbisik,”Nak, kamu baru saja melihat
Allah”.
Saya melihat Allah? Berarti saya sekarang bukan lagi hamba
biasa. Saya hamba yang istimewa. Puncak ibadah saya tercapai sudah. Saya sudah
melihat Allah. Akhirnya saya bisa bertemu langsung dengan Tuhan yang saya
sembah. Subhaanallah. Saya bukan anak
seorang Kyai atau apalah namanya. Saya yang cuma anak seorang pengurus masjid
mampu meraih pencapaian tertinggi dalam ibadah, melihat Allah. Hm…Allah Maha
Adil. Allah tidak membedakan hambanya berdasar pada keturunan. Allah memang
Maha Adil.
Saya terus merasa istimewa hingga akhirnya saya menemukan
sebuah keterangan yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad tidak pernah melihat
Allah secara langsung selama hidup beliau. Nabi Muhammad yang oleh Allah
dinyatakan sebagai makhluk paling istimewa ternyata tidak pernah mengalami
pengalaman spiritual sehebat yang saya alami. Ini aneh atau gila sebenarnya.
Andai diumpamakan seperti perusahaan; Nabi Muhammad adalah sang presiden
direktur, Allah sebagai owner, dan
saya……hanya buruh bagian produksi. Aturan Undang-Undang mana yang bisa
membenarkan buruh bagian produksi bisa menerima gaji yang lebih besar dibanding
presiden direktur.
Alhamdulillah Allah tidak terlalu
jengkel memiliki hamba seperti saya. Paling tidak saya masih diberi petunjuk
bahwa apa yang saya alami sebenarnya tidak lebih dari sebuah imajinasi sesat
dengan tim iblis sebagai dalang utamanya. Saya yang sering bangga karena
memiliki segelintir murid ternyata hanya sebuah halangan kecil bagi tim iblis.
Bisa jadi tim iblis tidak sampai harus meneteskan keringat untuk meruntuhkan
iman saya. Betapa bodohnya saya, dan ini pertama kalinya saya mengakui bahwa
saya masih sangat bodoh. Keterlaluan sekali kan?!
Saya lantas mulai mencoba mengoreksi diri. Bukannya selama
ini saya sudah memandang diri saya terlalu tinggi? Hanya karena sudah memiliki
murid ngaji, saya lantas merasa tidak pantas memegang pisau dan parang pada
saat acara penyembelihan kurban Idul Adha di masjid. Saya cuma duduk manis di
serambi masjid dengan segelas kopi di depan saya. Hanya karena sudah menjadi
imam sholat di masjid, saya lantas merasa tidak pantas membersihkan rumah saya
sendiri. Semuanya ditangani oleh murid-murid saya. Padahal saya masih muda.
Masih ada cukup banyak tenaga di tubuh saya untuk melakukan itu. Sebaliknya,
Nabi Muhammad justru masih ikut mengayunkan cangkul untuk menggali parit
bersama para shahabat dalam peristiwa perang Khandaq. Nabi yang luar biasa itu tidak merasa martabatnya jatuh
hanya karena terkena kotoran yang sama dengan para shahabat beliau. Jadi
bukankah saya sudah sangat tidak tahu diri karena sudah menempatkan diri di
level yang lebih tinggi dari Nabi Muhammad. Maha Sabar Allah yang masih mau
menciptakan makhluk sekotor saya.
(El-Fath Satria)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar