Sabtu, 29 Juni 2013

EVEN THE TURTLE NEEDED WARMTH AND FRIENDLINESS





EVEN THE TURTLE NEEDED WARMTH AND FRIENDLINESS
A grandfather was walking around while holding his grandson at the border of the village. They found a turtle. The boy picked it up and looked at it seriously. The turtle immediately pulled it legs and entered it head under the shell. The boy tried to open it forcedly, but the turtle didn’t want to get out from the shell.
"You can’t do it on that way, Son!" Said the grandfather, "I will teach you the right one"
They went home. Grandpa put the turtle near the fireplace. A few minutes later, the turtle took out it legs and it head little by little. It began to crawl getting closer to the child.
"Do not try to force for doing every thing, Son!" Advised grandfather, "Give warmth and friendliness, it will respond."
Dear, Readers.  We know that a warmth and friendliness is the best way to get respond from everyone we lead. Sometimes violence looked efficient to lead. But I am sure they obey us just because of fear, and a fear is not eternal. It will disappear when the fearlessness appears in their heart. On the contrary if we act with warmth and friendliness, we will get love. Love is more eternal. It won’t go away for fear or bravery.
No matter what we are; Moslem, Christian, Hindis, or Buddhists; our God and our messengers never lead us with violence. They are so warm and friendly. So why we against each other? We need a nice world to live, and a nice world will come only on warmth and friendliness. Let’s gone be by gone. Our children need a better world to live.

(El-Fath Satria)

Kamis, 27 Juni 2013

SURGA DIPENUHI ORANG BERKARAKTER CUEK



SURGA DIPENUHI ORANG BERKARAKTER CUEK
Cuek itu keren di mata Allah. Swear !! Tapi yang lagi kita omongin nih kata “cuek” lho, bukannya nggak perduli. Cuek itu berarti melakukan apapun tanpa mempertimbangkan lagi dilihat orang apa enggak. Pokoknya aku gini. Di depan orang lain atau lagi sendirian dalam kamar, ya aku tetap aja gini. Beda banget tuh sama “nggak perduli”. Aku maunya gini. Mau ada orang lagi tersungkur sampai berdarah-darah didepanku, perduli amat. Kalimat “The show must go on” bukan tercipta bukan orang-orang yang nggak perduli. Sebab prinsip hidup mereka adalah “my show must go on”, dan itu jelas salah.
Tapi gimana asalnya tuh karakter cuek kok bisa bikin kita masuk surga. Simple aja sih. Kalian udah pada tahu kan kalau semua amal baik yang kita lakukan bakalan sia-sia kalau kita nggak ikhlas. Bersedekah 1 milyar kalau buat pamer, ya nggak ada artinya buat Allah. Sholat seribu rakaat di masjid kalau cuman biar dilihat sama calon mertua, ya nggak ada gunanya. Allah itu hanya mau ngasih bonus hadiah buat hamba-Nya yang melakukan sebuah kebaikan tanpa merasa harus dilihat orang. So pada sadar nggak kalau orang cuek itu pada dasarnya punya peluang yang lebih besar buat jadi hamba yang ikhlas? Itu artinya orang cuek juga punya peluang yang lebih besar buat ngedapetin tiket surga.
Saya punya kenalan seorang cowok yang kalau keluar rumah dandanannya wow banget. Rambut dicat kuning emas, jalan sambil nyanyiin lagu rock, di tangan pake gelang rantai sepeda motor, rambut nggak pernah disisir. Hm…tapi pas dia diminta ngambilin raport sekolah sama adiknya, “Waduh, enggak deh. Aku tuh paling gemetaran kalau disuruh masuk ke sekolahan”. Nah lho. Padahal bisa aja kan dia ke sekolah adiknya pakai pakaian yang pantas. Cuman tinggal ganti penampilan, terus sopan. Beres deh. Terus, cueknya ke mana tuh. Berarti kenalanku tuh nggak cuek. Dia cuman orang yang suka nampang. Sebab semua orang yang beneran berkarakter cuek, so pasti juga punya karakter percaya diri. Mau salting (salah tingkah) sama siapa, kalau dianya nggak ada urusan sama mata orang-orang disekitarnya. Pada bisa ngebedain kan, Friend?
Ayo kita lihat sejarah para shahabat Nabi. Mereka itu kalau lagi sholat di masjid, pada nangis deh. Lagi sholat sendirian di rumah? Tetap aja nangis. Ada orang, bersedekah 100 ribu. Nggak ada orang tetap aja bersedekah 100 ribu. Nggak ada bedanya lagi dilihat orang apa enggak. Well, Cuek is the best.
Come on, Friend. Kita mulai bareng-bareng melakukan apapun dengan maksimal tanpa harus ada penontonnya. Kalau pun ada, anggap aja jadi angin lalu. Ikhlas itu susah. Tapi kita masih punya harapan buat jadi orang ikhlas kalau kita mau mengawalinya dengan sebuah karakter gaul yang sederhana, CUEK. Mau nggak mau ya harus mau. Sebab siapa juga sih yang nggak mau dapat tiket surga. Maha Luar Biasa Allah yang telah mentakdirkan surga-Nya untuk orang-orang yang cuek. Wallahu A’lam bis Showab.
(Crew Seni Curhat)

AIR MATA TAK SELALU AIR MATA



AIR MATA TAK SELALU AIR MATA
       “ Innaa lillaahi Wa’innaa ilaihi rooji’un. Telah pulang ke Rahmatullah KH. Ma’shum Ahmad pada sore hari ini. Beliau meninggal karena sakit di Rumah Sakit Islam Siti Hajar Sidoarjo. Saat pemakaman menunggu berita selanjutnya. Sekali lagi….. “. Pengumuman berita wafatnya guru saya lewat pengeras suara masjid pesantren di tahun 1996 itu sampai kini masih terngiang di telinga saya. Masih jelas di ingatan saya, saat itu air mata saya tak tertahankan langsung menetes. Suara tangis ratusan santri segera saja memenuhi seluruh area pesantren Al-Hidayah. Bahkan ada pula yang sampai mengulang budaya Jahiliyah dengan menangis meraung-raung di atas tanah. Kami semua sangat sedih. Tak satu pun dari kami yang tidak menangis. Tapi apakah kami memang benar-benar merasa kehilangan beliau?
       Kini 17 tahun sudah KH. Ma’shum Ahmad mengakhiri perjuangan dakwah beliau. Bukan karena beliau ingin, tapi karena beliau harus. Sosok Kyai sederhana itu pastilah ingin selalu berjuang menyebarkan Islam. Tapi sebuah perjuangan dakwah membutuhkan satu modal yang tidak terbantahkan keberadaannya, HIDUP. Tanpa kata sakti yang satu itu sebuah perjuangan tidak akan pernah ada. Tapi benarkah tangis saya 17 tahun yang lalu itu karena sebuah kehilangan? Kalau memang benar, saya kehilangan apa sebenarnya hingga perlu untuk menangis.
        Saya sering melihat orang-orang menangis saat orang yang mereka cintai meninggal dunia. Saya pikir mereka semua nangisnya memang beneran karena merasa kehilangan. Ternyata enggak. Pas saya tanya, Hh...jawabannya "Lha kalau bapaknya udah nggak ada, terus sekolah anak-anak saya nanti gimana, Mas?". Jadi lagi menangisi dompetnya toh. Waduh. Syukurlah masih ada yang menjawab, "Beliau itu orang yang sangat berarti buat saya. Belum tuntas saya membalas jasa beliau, eh beliau udah meninggal duluan".
       Terus saya dulu menangisi wafatnya guru saya karena apa dong. Kalau dipikir-pikir......sepertinya saya menangis karena saya merasa tidak ada lagi yang akan menasehati saya dengan sabar. Tidak akan ada lagi yang mampu memahami kenakalan saya dengan tulus. Kemampuan almarhum KH. Ma'shum Ahmad ternyata jauh lebih berarti bagi saya dibanding keberadaan beliau di sisi saya. Sebab kalau memang keberadaan beliau berarti bagi saya, seharusnya saya tetap menjalani hidup dengan ajaran-ajaran lurus yang sudah beliau contohkan, bukannya  seenaknya sendiri seperti sekarang. Lantas apa bedanya saya dengan seorang anak yang tidak terlalu sedih saat ditinggal wafat oleh orang tuanya hanya gara-gara dia sudah memiliki pekerjaan yang mapan?
       Sudah seharusnya saya tidak lagi punya keberanian untuk mendongakkan kepala, karena 17 tahun yang lalu itu saya sebenarnya sedang menangisi kemalangan saya sendiri, bukan menangisi kepergian beliau. Sama halnya ketika saya menangisi wafatnya nenek saya. Saat itu saya masih duduk di kelas 6 SD. Tidak ada lagi orang yang akan memberi saya uang saku tambahan. Tidak ada lagi orang yang akan membela saya saat ayah dan ibu memarahi saya. Hh....kejujuran memang terkadang menyakitkan. Tapi itulah kenyataannya.
       Ya Allah. Di sisa hidup saya ini, tolong ajari hamba-Mu ini untuk menangis dengan cara dan alasan yang benar. Paling tidak agar saya tidak perlu menjadi seorang aktor handal ketika berziarah ke makam orang-orang yang mencintai saya tapi "tidak terlalu" saya cintai. Air mata tak selalu air mata.

(Sang Pendosa)

MIMPI BERTEMU NABI MUHAMMAD, ENGGAK DEH



MIMPI BERTEMU NABI MUHAMMAD, ENGGAK DEH 

       Mimpi bertemu Sunan Kalijaga, belum tentu benar. Bisa jadi itu jin yang menyamar jadi beliau. Mimpi ketemu pacar, rugi banget. Mending langsung diajak nikah aja. Tapi mimpi bertemu Baginda Rasul, hm…siapa sih yang nggak pengen. Apalagi cukup banyak dalil valid yang menyatakan bahwa mimpi bertemu beliau itu udah pasti benar. Kalau pun ada jin yang menyamar jadi beliau, serta merta orang yang lagi mimpi bakal menolak. Alhamdulillah. Kita berbeda masa dengan Nabi Muhammad SAW. Tapi sejak lahir kita sudah dikaruniai “detektor” yang bisa mengetahui ini beneran beliau apa enggak. Tapi benarkah kalau kita mimpi bertemu Nabi Muhammad itu salah satu indikasi bahwa kita adalah hamba yang istimewa?
       Dekat dengan pucuk pimpinan memang menjanjikan berbagai kemudahan. Tapi perlu dilihat dulu, sang pemimpin itu datang sebagai apa dan siapa. Dekat dengan presiden, asyik banget tuh. Walau presidennya nggak pakai nyuruh, semua paspampres yang sangar itu bakal pasang wajah ramah. Bukan salah sang presiden. Tapi itu murni bonus yang udah selayaknya kita dapat. Bukan salah paspampres-nya juga. Sebab kedekatan kita sama presiden membuat kita jadi agak dicoret dari daftar orang-orang yang mencurigakan. Impas. Tapi siapa yang paling dekat sama pimpinan keamanan alias polisi? Jawabannya tentu aja para penjahat. Saking cintanya, polisinya sampai ngikutin si penjahat ke mana-mana lho.
       Nah mimpi bertemu Nabi Muhammad pun nggak beda jauh. Di satu sisi siapa yang mimpi bertemu beliau, kemungkinan adalah orang yang sangat beliau cintai. Saking cintanya, Baginda Rasul sampai meluangkan waktu untuk datang dalam mimpinya. Tapi perlu diingat juga kalau semua Rasul termasuk Nabi Muhammad itu selalu ditugaskan untuk membenahi umat yang terburuk. Semua Rasul selalu diturunkan ke dalam kaum terparah di muka bumi. Jadi muncul pula sebuah kemungkinan lain. Kalau saya mimpi bertemu Baginda Rasul, jangan-jangan itu karena saking kotornya saya. Jadi mesti beliau sendiri yang harus turun tangan untuk mengingatkan saya. Para Ulama nggak bakal mempan. Susah deh kalau kayak gini.
       Saya jadi ingat sama salah satu teman saya sesama guru di pesantren. Saat itu dia bermimpi bertemu Baginda Rasul. Dalam mimpinya, Baginda Rasul menyuruhnya untuk memanjangkan rambutnya sebahu persis seperti rambut beliau. Dengan bangganya teman saya itu menemui Pak Kyai dan langsung menceritakan mimpinya. Tapi apa jawaban Pak Kyai? Di luar dugaan Pak Kyai langsung menangis sedih. Beliau berkata bahwa rambut itu adalah perlambang akhlaq atau budi pekerti. Jadi Baginda Rasul sebenarnya ingin mengingatkan agar teman saya itu mau meniru akhlaq mulia beliau. Asal tahu aja (maaf), teman saya itu memang pintar. Tapi dia sering jadi gunjingan para santri lantaran akhlaqnya yang nggak bisa ditiru. Mentang-mentang, sombong, temperamental, hingga tak ada satu pun santri yang berani mengkritiknya.
       Masih pengen mimpi bertemu Nabi Muhammad? Kalau saya sih masih pengen. Gimana pun itu adalah mimpi terindah yang mungkin dialami oleh seorang muslim. Tapi semoga aja nantinya mental saya siap buat mengintropeksi diri. Saya bertemu beliau dalam mimpi karena saya istimewa atau malah karena saya badung banget sampai harus Baginda Rasul sendiri yang mesti turun tangan. Mm….saya yakin banget kemungkinan yang kedua tuh yang benar. Tapi gimana pun saya tetap pengen mimpi bertemu beliau. Mau disayang, dinasehati, atau bahkan malah dijewer; nggak ada bedanya. Yang penting mimpi.

(El-Fath Satria)