PELANGGARAN SYARIAT
PARAH DI ERA POLITIK
Roda perpolitikan makin bergulir
kencang. Rayuan gombal makin susah dibedakan sama janji tulus. Makin banyak
orang yang ahli membuat topeng, tanpa harus pesan ke ahli pembuat topeng. Hanya
para pemimpin yang sepertinya layak dihujat. Sementara kita orang-orang kecil,
bersih tanpa dosa. Bahkan seakan menjelma jadi sosok terdzolimi yang nggak
pernah mendzolimi orang lain. Tapi benarkah kita emang sebersih itu?
1. Produksi Jago Fitnah.
“Preeet….dia
tuh cuma tukang ngibul” atau “Dari wajahnya aja udah kelihatan klo dia suka
korupsi” atau “Golput aja deh. Percuma. Calonnya nggak ada yang bener”. Banyak banget
di antara kita yang tiba-tiba aja jadi jahat banget menuduh orang lain, padahal
kita nyatanya seringkali belum punya bukti. Beberapa bahkan jadi paranormal
handal yang bisa membaca karakter dan
amaliyah seseorang hanya dengan melihat foto yang terpampang di banner promo
partai politik. Kita jadi lupa bahwa berkata atau berpendapat tanpa dasar =
FITNAH, dan fitnah jelas diharamkan oleh agama apapun.
2. Sama Tapi Nggak Merasa.
Ketika pemimpin terbukti melakukan suap,
demonstran pun bermunculan di mana-mana. Tapi nyatanya belum pernah ada
demonstran yang muncul ketika ada oknum-oknum masyarakat yang mengatakan “Nggak
ngasih apa-apa kok nyuruh orang nyoblos”. Nah lho, sama aja kan. Hm…saya kok
jadi ingat sama si Fulan yang suka nggosipin polisi yang mau disuap. Tapi ketika
dia ditilang gara-gara nggak pakai helm, eh dia malah tanpa malu jadi pelaku
suap.
3. Pengen Dipimpin Sama Malaikat.
Nggak ada manusia yang sempurna. Semua orang
jelas hapal dan setuju sama kalimat itu. Tapi kenapa kebanyakan dari kita malah
lebih ribut ngomongin kelemahan para pemimpin dibanding ngomongin keberhasilan
mereka? Padahal kita paham banget kalau makhluk yang nggak mungkin salah itu cuma malaikat.
4. Metode Abrakadabra Feeling.
Tadi nyoblos caleg nomer berapa? Nomer 2.
Kenapa nomer 2? Mm…feeling aja, coz dia yang wajahnya kelihatan paling meyakinkan.
Wow! Itulah kenapa jurusan psikologi nggak terlalu populer di kalangan pelajar
Indonesia. Nggak usah pakai kuliah, kita udah jago membaca karakter orang cuma dari
nglihat fotonya kok.
Info tentang profil partai dan caleg udah disajikan
lengkap di internet sama KPU. Sekali-sekali di-klik dong. Emang profil itu
belum tentu 100 % valid kayak yang sebenarnya. Tapi paling nggak itu jauh lebih
baik daripada berpendapat tanpa dasar.
Menjatuhkan nama baik sesama muslim tanpa dasar, oleh
baginda Nabi jelas dinyatakan “Nggak bakal diterima amal ibadahnya, hingga si
tukang gosip minta maaf dan mengklarifikasi gosip murahannya”. Metode dan
praktek meramal akan membuat ibadah kita ditolak selama 40 hari. Meng-intropeksi
orang lain hanya boleh kita lakukan setelah kita meng-intropeksi diri kita
sendiri dulu (haasibuu anfusakum qobla an
tuhaasabuu).
Friends…..Sabda Baginda Nabi : al muslimu man salimal muslimuun min lisaanihi wa yadihi (Orang muslim
adalah orang yang muslim-muslim yang lain selamat/aman dari ucapan dan
kekuasaannya/kekuatannya). So kalau kita tiba-tiba jadi sosok yang justru hoby
menghancurkan nama baik muslim yang lain, masih layakkah kita mengakui diri
kita sebagai seorang muslim???
(El-Fath
Satria)