Rabu, 23 Juli 2014

AMALIYAH LANGKA DI MOMEN IDUL FITRI

Amaliyah Langka Di Momen Idul Fitri
Bersalaman sambil bermaaf-maafan di hari raya Idul Fitri sudah jelas biasa kita lakukan. Demikian pula dengan membagikan angpao lebaran pada anggota keluarga. Mengirimkan parcel pada rekan kerja pun juga sudah menjadi tradisi. Jadi masih adakah amaliyah utama lain di momen Idul Fitri yang masih jarang kita lakukan? Berikut adalah daftar amaliyah utama yang mulai kita tinggalkan atau bahkan mungkin belum pernah kita lakukan sebagai seorang muslim.
1. Berkunjung Ke Rumah Guru Bersama Keluarga.
Berkunjung ke rumah guru; baik guru sekolah maupun guru ngaji; memang masih sering dilakukan di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan. Apalagi banyak sekolah yang kini menjadikan hal tersebut sebagai kegiatan wajib berupa pengumpulan tanda tangan guru yang harus diserahkan pada wali murid ketika kegiatan belajar sekolah sudah dimulai. Tetapi akan beda lagi kenyataannya kalau kita mencoba bertanya, apakah wali muridnya juga ikut berkunjung?
Jalinan hubungan yang akrab antara guru dan wali murid sebenarnya tidak terbantahkan urgensinya (kepentingannya) di era global seperti saat ini. Hubungan yang akrab antara guru dan wali murid mau tidak mau akan membuat putra putri kita lebih terawasi. Sebab para guru akan dengan cepat (tanpa segan) segera memberi informasi manakala putra putri kita bermasalah di sekolah. Momen Idul Fitri mestinya menjadi jawaban paling tepat untuk mengawali hal tersebut. Bukankah anak-anak jaman dulu lebih terawasi dan terdidik lantaran jarang sekali ada guru dan wali murid yang tidak saling kenal dengan baik?
2. Pakaian Baru Untuk Tetangga Dlu’afa.
Seringkali kita merasa sudah terbebas dari kewajiban sosial Idul Fitri setelah menyerahkan zakat fitrah dan menyumbang beberapa rupiah untuk yayasan anak yatim dan dlu’afa. Padahal sebagai orang tua tentunya kita menyadari bahwa hal yang seringkali paling membingungkan di momen Idul Fitri tidak lain adalah membeli baju baru untuk anak-anak kita.
Kebingungan itu pula sebenarnya yang dialami oleh para orang tua dari kalangan dlu’afa. Faktanya mereka lebih membutuhkan uang untuk membeli baju baru bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan menyiapkan beras untuk makan. Sekali lagi momen Idul Fitri adalah momen yang paling tepat untuk mengawali hal tersebut. Sebab bukankah pemberian/sodaqoh terbaik adalah dengan cara memberikan apa yang paling dibutuhkan?
3. Memberi Hadiah Untuk Orang Tua.
Suatu ketika saya pernah menyuruh salah satu anak didik saya yang berasal dari keluarga kaya untuk menabung dengan cara menyisihkan sebagian uang saku sekolahnya. Tujuannya hanya satu. Saya ingin agar dia membelikan pakaian baru untuk ayahnya yang (maaf) kebetulan tergolong pemarah.
Awalnya murid saya itu menolak dengan alasan membeli pakaian baru bukanlah hal yang sulit untuk ayahnya yang berduit. Tapi tetap saja saya memaksanya. Faktanya, ketika akhirnya dia memberikan pakaian baru itu dalam kado yang terbungkus rapi, sang ayah langsung memeluknya sambil menangis. Ternyata memberikan hadiah dari usaha sendiri adalah hal yang sangat indah bagi orang tua kaya raya sekalipun.
4. Mengunjungi Rumah Karyawan.
Karyawan berhari raya ke rumah atasan, tentu bukan hal yang luar biasa. Sebab hal tersebut seakan sudah menjadi agenda wajib yang cukup efektif untuk “menghapus” kerasnya isi SP (Surat Peringatan) yang kemungkinan pernah diterima. Atau setidaknya sebagai forum tidak resmi untuk menguatkan ikatan kerja. Tetapi pernahkah Anda membayangkan bagaimana akibatnya jika seorang pimpinan perusahaan/lembaga menyempatkan diri berkunjung secara pribadi ke rumah beberapa karyawannya, apalagi yang kebetulan bermasalah dengan perusahaan/lembaga yang dipimpinnya?
5. Merupakan Tanggung Jawab Bersama.
Point berikutnya adalah tugas kita bersama untuk terus mencari, sebenarnya amaliyah apa saja yang seharusnya kita lakukan di momen Idul Fitri. Tidak perlu harus menemukan jawaban yang sama. Sebab kondisi masing-masing kita yang berbeda tentu saja akan memunculkan alternatif jawaban yang cenderung berbeda pula.
Idul Fitri adalah sebuah momen yang indah tiada tara. Agama dan budaya kita pun sudah membuat aturan-aturan luar biasa yang mendukung keindahannya. Tetapi tetap saja kita sebagai orang beragama yang notabene makhluk sosial akan selalu menemukan alternatif-alternatif baru selama kita memandang bahwa amaliyah kita harus selalu mengalami peningkatan menuju tingkat yang lebih baik. Wallahu A’lam Bil Showaab.

(Alfin Fauziyah)



Tidak ada komentar: