Sabtu, 20 Juli 2013

AYAHKU SEORANG PEMBOHONG



AYAHKU SEORANG PEMBOHONG
Mungkin judul di atas terkesan agak lebay. Saya anak durhaka? Tapi pada akhirnya saya memang harus berani jujur, ayah saya memang seorang pembohong. Paling tidak berikut ini beberapa bukti kebohongan ayah saya :
Kebohongan Pertama. Saat saya masih kecil, pekerjaan ayah masih belum menentu. Hingga beberapa kali keluarga saya kekurangan makanan. Tetapi hal seperti itu jelas belum bisa dipahami oleh pemikiran saya. Ketika saya sedang makan bersama ayah, saya merengek. Saya meminta jatah nasi dan lauk yang lebih banyak. Seketika ayah langsung memberikan nasi dan lauk dipiringnya pada saya sambil berkata, “Makanlah jatah ayah, Nak. Ayah tidak lapar”.
Kebohongan ke dua. Pada suatu hari saya meminta ayah untuk mengambilkan buah belimbing di pohon yang ada di pekarangan rumah nenek. Kebetulan saya hanya mau jika diambilkan sebuah belimbing yang tampak menguning di bagian pohon yang agak tinggi. Awalnya ayah menolak. Tapi tangisan saya memaksa ayah akhirnya dengan bersusah payah memanjat pohon untuk mengambil buah belimbing itu. Buah belimbing itu berhasil ayah raih. Tapi pada saat melemparkan buah belimbing itu ke bawah, pegangan ayah saya terlepas. Akibatnya ayah jatuh ke tanah dengan keras. Melihat kekhawatiran di wajah saya, spontan ayah berusaha untuk berdiri. Lalu dengan sebuah senyum khasnya ayah berkata, “Tenang aja, Nak. Ayah memang sengaja lagi mencoba kemampuan melompat ayah”.
Kebohongan ke tiga. Pada jam 2 dini hari saya terbangun. Saya lihat ayah sedang membersihkan radio kuno kesayangannya. Radio itu besok pagi akan dijual ke pasar loak untuk membayar tunggakan SPP sekolah saya. Saya lihat ayah berkali-kali menguap. Tapi saat mata kami saling bertatapan, ayah langsung berkata, “Tidurlah, Nak. Ayah belum mengantuk”.
Kebohongan ke empat. Nasib ayah membaik. Ayah berhasil diterima bekerja sebagai sales di sebuah perusahaan asing. Pekerjaan baru itu membuat ayah harus selalu pulang larut malam. Saat ayah pulang bekerja di satu malam, ayah melihat saya berkali-kali meluruskan punggung dan kaki. Saya katakan kalau badan saya pegal gara-gara praktek materi olah raga tadi pagi di sekolah. Dengan wajah kuyunya, tangan ayah langsung memijat badan saya. Saya menolak karena tangan ayah terasa tidak seperti biasanya. Tangan ayah terasa agak panas. Tapi ayah berkata,”Ayah kamu ini Superman, Nak. Nggak bakalan bisa lelah”.
Kebohongan ke lima. Alhamdulillah beberapa tahun setelah lulus sekolah, saya diterima bekerja. Saat itu ayah kembali menganggur karena PHK pegawai lanjut usia dari perusahaan. Ketika uang gaji pertama saya terima, dengan suka cita saya langsung memberikan sejumlah uang itu pada ayah. Tetapi dengan lembut, ayah berkata, “Simpan aja buat keperluan kamu sendiri, Nak. Kebetulan ayah baru dapat rejeki besar”.
Kebohongan ke enam. Ayah sedang berbaring di ranjang dengan suhu badannya yang meninggi. Berkali-kali ayah tampak menahan agar suara batuknya tidak terdengar terlalu keras. Saya mengajak ayah untuk periksa ke dokter. Tapi ayah menolak. Saya terus memaksa. Tapi ayah saya tetap menolak membuat air mata saya langsung menetes. Dengan ketegarannya yang sudah sangat saya kenal, ayah memeluk saya dan berbisik,” Ayah tidak sakit, Nak. Ayah hanya perlu istirahat”.
Saat ini saya sedang memandangi ayah saya yang sedang berbaring dengan tenangnya di kursi ruang tamu. Ayah memang biasa ketiduran sambil membaca buku di kuri panjang itu. Hhh….mengapa baru hari ini saya menyadari kalau makhluk mulia yang sedang tidur itu adalah seorang pembohong. I love you so much, My Father. You are the best hero ever after in my life.

(Korban Kebohongan Yang Bahagia)